Articles by "tanah adat"
Showing posts with label tanah adat. Show all posts
Marga Moiwend dan Gebze Meminta Keuskupan Agung Merauke Bersuara untuk Menghentikan Penyerobotan dan Penggusuran Paksa Tanah Adat atas nama Proyek Strategis Nasional

Siaran Pers
Nomor : SP/05/LBH-P-PM/X/2024

Jumat 13 September 2024, Marga Moiwend dan Gebze pemilik Hak Ulayat Tanah dan Hutan Adat di Distrik Ilawayab, Kabupaten Merauke mendatangi Keuskupan Agung Merauke untuk menyerahkan Surat yang didalamnya berisi permohonan kepada Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC agar bersuara atas penderitaan marga Moiwend dan Gebze yang tanah dan hutan adat mereka sedang diserobot dan digusur paksa oleh Pemerintah atas nama kepentingan Proyek Strategis Nasional. 

Marga Moiwend dan Gebze pemilik tanah adat secara terbuka menyatakan penolakan dan tidak menerima aktivitas investasi berskala Makro dan Menengah diatas tanah Adat mereka. Kedua marga tersebut sengan terang-terangan menolak Proyeks Strategis Nasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Biotanol karena di duga kuat menyasar tanah-tanah Adat Mereka. Marga Moiwend dan Gebze mengatakan bahwa mereka tidak anti pembangunan tetapi mereka menginginkan pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat adat dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki Masyarakat Adat saat ini, bukan Investasi Industri Ekstraktif berskala Makro yang jelas-jelas akan memindahkan kepemilikan atau memaksa Masyarakat Adat melepaskan Hak atas tanah Adat, merusak lingkungan dan mengahancurkan ruang-ruang hidup masyarakat Adat. 

Perlu untuk diketahui bahwa saat ini hutan dan tanah adat Marga Gebze dan Moiwend sedang digusur paksa yang diduga kuat dilakukan oleh PT.Jhonlin Group, yang kemudian mendapat pengawalan ketat dari pihak Aparat, sehingga masyarakat Adat sangat takut untuk menyampaikan protes dan ketidaksetujuan mereka. Teddy Wakum ketua YLBHI LBH Papua Pos Merauke yang juga sebagai kuasa hukum Marga Gebze dan Moiwend yang turut serta mendampingi ke Keuskupan Agung Merauke mengatakan ada beberapa poin yang hendak disampaikan kepada Bapak Uskup, yaitu : 

1. Meminta Keuskupan Agung Merauke untuk bersuara terkait penyelamatan ruang hidup Masyarakat Adat Papua di Merauke yang terancam akibat adatnya Program Strategis Nasional Pengembangan Gula dan Bio Etanol serta Ketahanan Pangan 

2. Meminta kepada Keuskupan Agung Merauke turut serta Menyuarakan Aspirasi terkait Pembongkaran Hutan dan penggusuran Wilayah Adat Marga Moiwend dan Gebze di Distrik Ilwayab agar segera dihentikan

3. Meminta Keuskupan Agung Merauke segera Menyurati Presiden Republik Indonesia untuk memerintahkan Kementerian Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian terkait lainnya agar segera menghentikan semua Investasi dan Proyek Strategis Nasional yang merusak dan merampas ruang Hidup Masyarakat Adat Papua di Merauke khususnya Marga Moiwend dan Gebze dimerauke yang sedang digusur paksa dan hutannya dirusak

4. Keuskupan Agung Merauke segera menyurati Komnas HAM Republik Indonesia agar segera melakukan Investigasi menyeluruh atas dugaan pelanggaran hak – hak Masyarakat Adat seperti Penggusuran Paksa Hutan dan Tanah Ulayat marga Gebze dan Moiwend serta dugaan Pelibatan aparat dengan kekuatan bersenjata pada area dimaksud

5. Menyurati Kapolri dan Pimpinan TNI untuk evaluasi pelibatan Anggota yang berada di area yang sedang digusur

Saat penyerahan Surat yang berisi Aspirasi tersebut diterima oleh Perwakilan Sekertaris Keuskupan, yaitu Bapak Pastor John Kandam Projo, beliau mengatakan bahwa Surat Aspirasi tersebut akan disampaikan kepada Uskup Agung mengingat Gereja Katholik merupakan Hierarki. Pada prinsipnya Marga Moiwend dan Gebze sangat mengharapakan dukungan dari Keuskupan Agung untuk bersuara atas persoalan yang sedang terjadi. 

Merauke 16 September 2024

Hormat Kami
LBH Papua Pos Merauke
By: Kristian Griapon, September 9, 2024

Keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat Papua diakui oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dijelaskan bahwa Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Otonomi Khusus Papua menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Papua harus memperhatikan hak ulayat yang dimiliki oleh masyarakat adat Papua dalam melakukan pengembangan daerah Papua. Dijelaskan dalam Pasal 64 ayat (1) UU 21/2001 bahwa Pemerintah Provinsi Papua wajib melindungi sumber daya alam, baik hayati ataupun non hayati, dengan tetap memperhatikan hak ulayat milik masyarakat adat Papua untuk kesejahteraan penduduk. 

Kerancuannya sbb: “Selain hak kepemilikan atas tanah ulayat, pemegang hak ulayat juga memiliki kewajiban atas tanah ulayat, salah satunya adalah melepaskan tanah apabila diperlukan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah dengan pemberian ganti rugi. Hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat atas Tanah, bahwa pemegang hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah berkewajiban melepaskan tanah apabila diperlukan Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk kepentingan umum dengan pemberian ganti kerugian atas faktor fisik dan ganti kerugian atas faktor non fisik berdasarkan hasil musyawarah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan”.

Kerancuan UU-Otsus menjadi alasan diterbitnya Permen dan Kepres, contoh kasusnya sbb: 

10 November 2023, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, menerbitkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Perubahan Keempat atas Permenko Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), yang merevisi dan menambahkan daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua yakni Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke di Provinsi Papua Selatan. Permenko 8/2023 ini sekaligus menjustifikasi minat pemerintah menetapkan proyek lumbung pangan terintegrasi (food estate) berlokasi di Merauke, Provinsi Papua Selatan. 
Pemerintah nasional dan daerah berencana menjadikan Merauke sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK Merauke ini difokuskan pada produksi padi dan tebu dengan luas lahan mencapai 2 (dua) juta hektar. 

Presiden Jokowi juga menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel) pada Juni 2023 sebagai karpet merah bagi industri gula dan bioetanol sebagai bahan bakar nabati di Tanah Papua seluas 700.000 hektar.

UU-Otsus jilit dua membingungkan dan menjadi dilematis bagi para pejabat Gubernur dan Walikota/Bupati di Tanah Papua dalam penerapannya, sehingga mereka begitu muda dikendalikan langsung oleh pusat melalui Peraturan menteri (Permen) maupun Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden, karena kerancuan itu.

UU-otsus jilit dua menjadi ancaman bagi pribumi Papua terutama pencaplokan hak-hak kolektif yang berhubungan langsung dengan kelangsungan hidupnya, yaitu “tanah, hutan dan air”. menggunakan alasan kepentingan negara.

Pembentukan provinsi-provinsi baru di wilayah Papua Barat berdampak pada kerancuan UU-Otsus jilit dua, terutama pelaksanaannya yang mengara terjadinya eksekusi hak kolektif masyarakat adat diluar kompromi, seperti halnya yang terjadi di Merauke Papua Selatan.(Kgr)

Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.