Search This Blog

TRENDING NOW

By: Kristian Griapon, September 9, 2024

Keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat Papua diakui oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dijelaskan bahwa Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Otonomi Khusus Papua menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Papua harus memperhatikan hak ulayat yang dimiliki oleh masyarakat adat Papua dalam melakukan pengembangan daerah Papua. Dijelaskan dalam Pasal 64 ayat (1) UU 21/2001 bahwa Pemerintah Provinsi Papua wajib melindungi sumber daya alam, baik hayati ataupun non hayati, dengan tetap memperhatikan hak ulayat milik masyarakat adat Papua untuk kesejahteraan penduduk. 

Kerancuannya sbb: “Selain hak kepemilikan atas tanah ulayat, pemegang hak ulayat juga memiliki kewajiban atas tanah ulayat, salah satunya adalah melepaskan tanah apabila diperlukan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah dengan pemberian ganti rugi. Hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat atas Tanah, bahwa pemegang hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah berkewajiban melepaskan tanah apabila diperlukan Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk kepentingan umum dengan pemberian ganti kerugian atas faktor fisik dan ganti kerugian atas faktor non fisik berdasarkan hasil musyawarah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan”.

Kerancuan UU-Otsus menjadi alasan diterbitnya Permen dan Kepres, contoh kasusnya sbb: 

10 November 2023, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, menerbitkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Perubahan Keempat atas Permenko Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), yang merevisi dan menambahkan daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua yakni Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke di Provinsi Papua Selatan. Permenko 8/2023 ini sekaligus menjustifikasi minat pemerintah menetapkan proyek lumbung pangan terintegrasi (food estate) berlokasi di Merauke, Provinsi Papua Selatan. 
Pemerintah nasional dan daerah berencana menjadikan Merauke sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK Merauke ini difokuskan pada produksi padi dan tebu dengan luas lahan mencapai 2 (dua) juta hektar. 

Presiden Jokowi juga menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel) pada Juni 2023 sebagai karpet merah bagi industri gula dan bioetanol sebagai bahan bakar nabati di Tanah Papua seluas 700.000 hektar.

UU-Otsus jilit dua membingungkan dan menjadi dilematis bagi para pejabat Gubernur dan Walikota/Bupati di Tanah Papua dalam penerapannya, sehingga mereka begitu muda dikendalikan langsung oleh pusat melalui Peraturan menteri (Permen) maupun Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden, karena kerancuan itu.

UU-otsus jilit dua menjadi ancaman bagi pribumi Papua terutama pencaplokan hak-hak kolektif yang berhubungan langsung dengan kelangsungan hidupnya, yaitu “tanah, hutan dan air”. menggunakan alasan kepentingan negara.

Pembentukan provinsi-provinsi baru di wilayah Papua Barat berdampak pada kerancuan UU-Otsus jilit dua, terutama pelaksanaannya yang mengara terjadinya eksekusi hak kolektif masyarakat adat diluar kompromi, seperti halnya yang terjadi di Merauke Papua Selatan.(Kgr)

Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.
Jumlah/Angka Pengaguran Penduduk (OAP) Orang Asli papua di Tanah Papua
 [BPS Papua - BPS Papua Barat/Maret 2024]

- Papua Barat Daya: 102,27 ribu jiwa
- Papua Barat: 110,16 ribu jiwa
- Papua Tengah: 308,48 ribu jiwa
- Provinsi Papua: 152,91 ribu jiwa
- Papua Pegunungan: 365,43 ribu jiwa
- Papua Selatan: 92,20 ribu jiwa

Data keseluruhan seperti ini perlu ditelusuri detailnya. Karena Tanah Papua itu Tidak Miskin (tapi di-curi). Dan Orang Papua juga tidak miskin (hak-nya yg dieksploitasi)

Kalau Orang Papua serta Tanahnya yang DIMISKINKAN NEGARA dan kawan-kawannya itu baru benar.

Strategi Ekonomi Politik di koloni.

@sorotan
@pengikut
Waktu Izaac hindom jadi Gubernur irian jaya, suatu ketika beliau mendapat telepon dari gubernur Jawa Tengah. Ismail mengeluh karena ada beberapa mahasiswa papua (irian. Jaya) kala itu yang berkelahi.

Bapa hindom. Sesudah mendengar keluhan dengan seksama koleganya beliau menjawab.
Mohon maaf pk gubernur belakangan ini saya sangat sibuk sehingga tidak sempat mengurus anak-anak saya itu.

Gubernur Jawa Tengah pak Ismail kemudian menjawab sibuk apa pak Gubernur?

Hindom menjawab, Saya sibuk mengurus anak-anak bapak belasan ribu jumlahnya mereka datang sebagai transmigran, harus di siapkan tanah dan penginapan sementara, makanan, air bersih, sekolah, tenaga perawat

Gubernur Jawa Tengah terdiam?

Hindom menyambung, jadi tolonglah BPK mengurus anak-anak saya seperti saya mengurus anak-anak bpk dengan penuh belas kasih yang pindah ke banyak tempat di irian jay.

Sumber Facebook;
Https://www Facebook.com/share/p/LbScqE1cKNFPCVtN/?mibexid=WC7FNe

 #suarapapua_id
Di tulisan: Made Supriatma

Salah kelamin, salah kostum: Selama sepuluh tahun terakhir, publik Indonesia benar-benar dikenyangkan oleh apa yang oleh Michael Billig disebut sebagai "nasionalisme dangkal" atau banal nationalism. 

Nasionalisme macam begini kerap hadir dalam acara-acara negara. Bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari istana, kendaraan, bendera, umbul-umbul, bahasa, hingga ke pakaian. 

Semua itu menyimbolkan negara. Kehidupan sehari-hari diingat-ingatkan bahwa ada negara. Dan negara pun berusaha membentuk identitas. 

Indonesia adalah negara yang sangat majemuk. Sayangnya, seperti sebagian besar penduduk negeri ini, yang sebagian besar menderita buta huruf fungsional (functionally illiterate), para elit negara ini pun sebenarnya tidak tahu persis kebudayaannya sendiri. 

Buta huruf fungsional adalah mereka yang bisa membaca tetapi tidak paham maknanya. Dan, gedibal-gedibal para elit ini pun sami mawon. Mereka tidak mengerti bangsanya sendiri namun merasa berhak menentukan bahwa ini identitas suku A, ini identitas suku B, suku C, dan seterusnya ... seraya mengklaim bahwa inilah Indonesia! 

Yang menyedihkan dari semua ini adalah keberagaman ini kemudian dirampas menjadi kesatuan. Anda mungkin tidak peduli dengan konsekuensinya. 

Sangat serius. Sungguh sangat serius. Pakaian-pakaian adat diseremonikan, namun masyarakat adat pemiliknya dipinggirkan. Tanah-tanah mereka dirampas karena dibawahnya ada mineral. Jika tidak, tanah-tanah mereka dijadikan perkebunan-perkebunan. 

Ribuan alat berat datang ke Merauke untuk mencetak satu juta hektar sawah. Apakah tanah-tanah itu tidak bertuan? Dalam mata negara, itu semua punya negara. Dan, negara pula yang berhak memberikannya kepada siapa saja. 

Sama seperti pakaian adat Papua ini. Pakaiannya dipakai untuk acara resmi kenegaraan. Namun manusianya? Saya kira, dalam nasionalisme dangkal si anak yang memakai pakaian ini, dialah orang Papua. 

Dia bahkan tidak mau susah payah bertanya mencari tahu, apa itu Papua? Apa pakaian yang biasa dikenakan oleh orang Papua? Saya kira, yang dia lihat hanya brosur-brosur turis. 

Dan terjadilah hal yang aneh ini. 

Kita mungkin bisa tertawa sejenak. Namun, perlu juga diingat bahwa puluhan anak-anak muda Papua ditangkap hanya karena ingin mengingat New York Agreement 1962. Jutaan hektar tanah-tanah mereka dirampas, kekayaan alam mereka dikeruk, sementara mereka mati kelaparan dan sakit di atas kekayaan tanah mereka.
*I. Apa kata data BPS tentang kemiskinan di Papua?*

Per Maret 2024 Badan pusat statistik Papua mengungkapkan bahwa Papua Pegunungan (Lapago) menjadi urutan pertama dengan angka 365,43 ribu jiwa yang belum bisa memenuhi kebutuhan ekonomi. Sedangkan urutan kedua adalah Papua Tengah (Mepago) 308,48 ribu jiwa yang belum bisa memenuhi kebutuhan ekonomi. Kemudian urutan ketiga adalah Papua 152,91 (Mamta dan Saireri) ribu jiwa yang belum bisa memenuhi kebutuhan ekonomi. Urutan keempat adalah Papua Barat (Bomberai) dengan angka 110,16 ribu jiwa yang belum bisa memenuhi kebutuhan ekonomi. Kemudian urutan kelima adalah Papua Barat daya (Domberai) dengan angka 102,27 jiwa yang belum bisa memenuhi kebutuhan ekonomi. Dan yang terakhir adalah Papua Selatan (Ha-Anim) dengan angka 92,20 ribu jiwa yang belum bisa memenuhi kebutuhan ekonominya.

Dilansir dari CNBC Indonesia bahwa Berdasarkan data BPS tahun 2023, Papua menduduki peringkat pertama provinsi termiskin. Angka kemiskinan di Bumi Cendrawasih mencapai 26,03%. Posisi kedua diduduki oleh Papua Barat dengan persentase kemiskinan masih di angka 20,49%. Kemiskinan di Papua melesat karena ekonominya yang jatuh. Ekonomi Papua sempat terkontraksi sebesar 2,39% (year on year/yoy) pada kuartal I-2023 tetapi kemudian tumbuh 3,41% pada kuartal II-2023.

Tingkat pengangguran terbuka di Papua juga melesat menjadi 3,49% per Februari 2023, dari 2,83% per Agustus 2022.

*II. Bagaimana kehidupan Moyang orang Papua?*

Moyang Orang Papua adalah orang-orang gagah perkasa dalam bekerja. Mereka hidup mandiri. Mereka mengatur dan mengatasi persoalan ekonomi sendiri tanpa melibatkan bangsa lain. Mereka mengelola tanah sebagai sumber makanan. Mereka hidup dan bergantung pada alam sebagaimana mestinya mereka harus hidup.

Mereka paham hukum alam. Mereka tidak bisa bahkan tidak pernah melawan hukum alam. Walaupun kehidupan mereka tidak seperti saat ini. Mereka memiliki hukum diplomasi, mereka memiliki hukum dalam Perang (sistem pertahanan), mereka memiliki sistem kesehatan (etnomedisn) sistem pendidikan, sistem ekonomi, ilmu astronomi dan tanda-tanda alam tentang masa dan waktu dan masih banyak lainnya.

Moyang orang Papua takut dan malu terhadap orang lain ketika ia tidak bisa bekerja dan memberi makan keluarganya. Dengan demikian harus kerja keras untuk hidup sebagai orang Papua yang mandiri dan memiliki masa depan. Moyang orang Papua memiliki batasan-batasan dalam segala hal sehingga selalu berbicara hati-hati dan bertindak hati-hati. Tidak sembarang. Mereka tahu diri, tahu Teman, dan tahu tempat dimana harus berbicara dan melakukan.

Setelah tahun 1855 yang merupakan tahun dimana dua misionaris asal Jerman yaitu Ottow dan Geisler mendarat di pulau Mansinam, Manokwari untuk mengabarkan tentang Injil Kristus. Kehidupan orang Papua (pesisir) berubah sesuai perkembangan pemberitaan Injil. Injil telah mengubah beberapa aspek dalam kehidupan termasuk perekonomian. Setelah hampir satu abad, sekitar tahun 1955/1956 Injil tiba di Daerah Pegunungan Papua, Dengan demikian orang Papua di daerah pegunungan mengenal Injil. Dan ini juga telah mengubah sebagian aspek kehidupannya.

Setelah itu orang Papua mengenal budaya pemerintahan melalui pemerintah Belanda dan Indonesia. Budaya pemerintahan telah mengubah hampir 95% kehidupan orang Papua. Dalam budaya pemerintahan, Sistem pendidikan orang Papua diubah, sistem pertahanan dihapus, sistem kesehatan dihilangkan, sistem kepercayaan menjadi kacau dan tidak jelas dan masih banyak lainnya yang penulis tidak uraikan secara terperinci. Namun penulis menyadari bahwa kemiskinan adalah sebagai suatu masalah. 

Budaya pemerintahan telah menciptakan ketergantungan ekonomi kepada negara. Dengan demikian banyak orang Indonesia hari ini menjadi miskin dan mati secara perlahan.

*III. Bagaimana kehidupan orang Papua masa kini dan kemiskinan di tanah Papua?*

Ketergantungan terhadap pemerintah Indonesia tidak hanya terdengar di telinga. Melainkan telah menjadi bagian dari kehidupan orang Papua hari ini. Orang Papua telah menciptakan suatu budaya baru yaitu budaya ketergantungan. Budaya ketergantungan ini adalah budaya tercipta secara terang-terangan, sistematis, terstruktur dan masif di kalangan orang Papua.

Budaya ini tercipta akibat beberapa hal diantaranya adalah: Peran masyarakat diambil alih pemerintah, Waktu produktif diambil alih pemerintah, pemberian bantuan kepada masyarakat dalam bentuk uang dan Bahan Makanan. Termasuk fasilitas umum lainnya.

Pada akhirnya orang Papua tidak mau bekerja keras untuk hidup sebagai manusia yang mandiri. Hal inilah yang menciptakan kemiskinan. 

*IV. Apakah orang Papua miskin?*

Awalnya nenek moyang tidak mengenal kata miskin. Kecuali lapar karena malas. Kata miskin baru di kenal oleh masyarakat Papua melalui Pemerintahan Indonesia dalam Beras Miskin (RasKin) yang sebenarnya sebagai bentuk penghinaan terhadap orang Papua. 

Dengan demikian Orang Papua tidak miskin. Sebab orang Papua adalah pemilik negeri yang sah. Orang Papua adalah pewaris negeri yang sah. Orang Papua adalah pemilik tanah yang sah. 

Lalu bagaimana mungkin orang asing mengatakan orang Papua adalah miskin? Orang Papua akan menjadi miskin apabila telah menjual habis tanahnya. Jika ini terjadi, maka tidak ada lagi pijakan bagi orang Papua. Dengan kata lain bahwa orang Papua menunggu kematian. Tetapi jika orang Papua masih menjadi pemilik tanah yang sah, berarti label yang digunakan dan diberikan pemerintah Indonesia adalah salah dan tidak benar. Yang lebih tepatnya adalah Orang Papua tidak mau bekerja. Atau etos kerja orang Papua telah berubah atau menurun.

*V. Apakah orang Papua dimiskinkan?*

Jawabannya adalah Ya dan Benar. Orang Papua dimiskinkan secara terang-terangan, sistematis, terstruktur dan masif di atas negerinya sendiri.

Bagaimana kita melihat hal ini terjadi? Penulis telah mengamati dan ikut serta dalam kehidupan orang Papua akhir-akhir ini. Triliunan rupiah disodorkan oleh pemerintah Indonesia ke Papua namun tidak menghasilkan apa-apa. Dengan demikian orang Papua dimiskinkan oleh beberapa hal diantaranya adalah:
1. Pemerintah Indonesia menggantikan posisi Papua penyedia bahan makanan. Seolah-olah di Papua tidak ada Tanah.
2. Pemerintah menjadi penyalur bahan Makanan dan minuman secara aktif. Dengan demikian masyarakat menjadi konsumen aktif. Dan tingkat kesadaran produktif mulai tersingkir.
3. Masyarakat menjadi penerima aktif bantuan langsung Tunai tanpa mengerjakan apapun untuk dirinya dan pemerintah. Otonomi khusus, dana Desa, bantuan dana Hibah dan lainnya telah membuat orang Papua tidak bisa berpikir untuk hidup produktif.
4. Masyarakat menjadi penerima hasil produk luar negeri.
5. Dan lainnya.

Selain itu, pemerintah Indonesia berhasil menciptakan penyakit sosial di kalangan masyarakat Papua. Beberapa penyakit sosial yang paling masif, sistematis dan terstruktur adalah perjudian, Minuman keras dan Narkoba serta Pelaku Seks Komersial di Tanah Papua secara ilegal.

Penyakit-penyakit ini sangat menagih. Dengan demikian waktu produktif anak-anak muda di tanah Papua habis di Perjudian, Minuman keras, Narkoba dan lain sebagainya.

*VI. Dengan demikian haruskah orang Papua tetap hidup ketergantungan terhadap pemerintah Indonesia?*

Sekali-kali tidak. Penyakit ini harus diberantas dari akar-akarnya. Ini adalah penjajahan secara terang-terangan, sistematis, terstruktur dan masif. Tidak ada negara yang menginginkan rakyatnya mati di tangan Pemerintahan yang dipimpin.

Akan tetapi Pemerintah Indonesia rupanya telah lama merahasiakan hal ini. Dan kini rahasia itu terbongkar melalui data dan fakta atas situasi dan keadaan orang Papua hari ini.

Oleh sebab itu dua langkah penting yang harus dilakukan adalah: 

Pertama:
Orang Papua harus bisa melawan diri sendiri. Setiap Orang Papua harus bisa memutuskan rantai ketergantungan dalam dirinya. Hal ini mencakup bahan makanan, pakaian dan rumah. Setiap orang Papua bisa melawan budaya ketergantungan jika ia berhasil mengalahkan Musuh dalam dirinya.

Kedua:
Orang Papua harus kembali kepada habitatnya yaitu berkebun dan tokok sagu. Menghidupkan kembali pangan lokal adalah satu-satu cara untuk melawan stigma "miskin" dari pemerintah Indonesia. Tuan rumah tidak dapat berunding dengan maling. Tuan rumah tetap Tuan rumah. Menghidupkan kembali pangan lokal berarti mengatur ulang pola makan dan IQ yang selama di kita gunakan IQ palsu hasil Indomie dan mi instan lainnya.

_Wamena, 13 Agustus 2024._

*Yefta Lengka*
Melalui gambar Rencana Jalan Lintas Trans Papua dibawah sudah dapat menunjukan koneksi antara keenam Propinsi diatas Tanah Air Papua baik :

- Propinsi Papua
- Propinsi Papua Barat
- Propinsi Papua Barat Daya
- Propinsi Papua Selatan
- Propinsi Papua Pegunungan dan
- Propinsi Papua Tengah

Selain itu juga sudah dapat menunjukan letak keberadaan Sumber Daya Alam yang direncanakan atau sudah dilalukan Eksploitasi dengan Kota Pelabuhan yang akan menjadi tempat penangkutan menuju Pulau Industri (Jawa). 

Apabila dikontekstualkan antara keenam Propinsi Papua dengan SDA Papua maka akan terlihat sebagai berikut :

Propinsi Papua
- Kayu
- Batu Bara
- Nikel
- Sawit PT. Tanda Sawita di Kerom, PT. Rimba Matoa Lestari di Jayapura
- Ikan di Teluk Cenderawasi
- Peluncuran Satelit di Biak 

Propinsi Papua Barat
- Kayu
- Minyak dan Gas di Bintuni
- Blok Bobara di Kaimana
- Sawit

Propinsi Barat Daya
- Kawasan Ekonomi Khusus (Smelter Nikel, Pelabuhan dll)
- Minyak PT. Pertamina

Propinsi Papua Selatan 
- Ikan di Laut Arafuru hingga perbatasan PNG
- Sawit di Merauke dan Boven Digoel serta Mappi 
- Migas di Asmat
- Migas di Boven Digoel

Propinsi Papua Pengunungan 
- Blok Soba di Yahokimo
- Blok Deberai di Yalimo
- Migas di Taman Lorens
- Tambang di Pegunungan Bintang 

Propinsi Papua Tengah
- Blok Wabu di Intan Jaya
Upaya Pembunuhan Terhadap Pengacara Senior sekaligus pembela HAM di Papua Yan Warinusi SH terjadi hari ini 17 Juli 2024 di Manokwari Papua.

Penembakan terhadap Yan Warinusi terjadi pada pukul 04 sore saat keluar dari Bank mandiri di sekitar kompleks sanggeng Manokwari.

Beliau ditembak oleh orang tidak dikenal di sekitar Bank mandiri.

Setelah beliau dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis setempat.

Demikian informasi sementara mohon Advokasi.