Articles by "Hak Asasi Manusia"
Showing posts with label Hak Asasi Manusia. Show all posts
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom menyebut 17 kali kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Papua, namun tak pernah sama sekali bertemu dengan Majelis Rakyat Papua (MRP). Jokowi hanya bertemu dengan kelompok-kelompok yang tidak berseberangan dengan pemerintah pusat, sehingga kunjungan itu tidak menyelesaikan konflik kekerasan di Papua.

Setidaknya 17 kali Presiden ke Papua, namun pertemuannya hanyalah dengan pihak-pihak dalam tanda petik Pro Jakarta dan tidak pernah berdialog dengan pihak-pihak di luar itu, bahkan dengan MRP pun tidak pernah," kata Gomar dalam diskusi publik daring yang digelar Amnesty Internasional Indonesia, Jumat (3/5/2024).

Pemerintah kini justru dianggap memperluas pendekatan militer dengan mengubah nomenklatur istilah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Dia khawatir, pendekatan militer ini akan mengabaikan aspek hukum yang seharusnya dikedepankan dalam peristiwa-peristiwa konflik yang terjadi. "Saya melihat nomenklatur OPM akan ada pendekatan keamanan pada setiap persoalan di Papua, dan itu kekhawatiran terutama akan mengabaikan pendekatan hukum yang musti dilakukkan kepolisian, kekhawatiran paling dalam," tandasnya. Baca juga: TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri Selain itu, pendekatan militer tidak sesuai dengan janji-janji pemerintah pusat baik saat dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ataupun dipimpin Presiden Joko Widodo.

Gomar mengatakan, SBY berkali-kali mengatakan akan menyelesaikan masalah di Papua menggunakan pendekatan dengan hati. Ucapan ini berkali-kali dikatakan SBY. Termasuk dalam hasil pertemuan para pimpinan gereja di Papua pada 2011 silam. Dalam pertemuannya di Cikeas, SBY menyebut masalah bisa selesai dengan cara win-win solution. "Dari SBY sendiri yang mengatakan saat itu "kita hanya bisa menyelesaikan masalah Papua dengan win-win solution, istilah itu dia pakai," Jakarta punya keinginan kesatuan NKRI untuk Papua, teman-teman i Papua ingin merdeka, tapi saya yakin ada win-win solution kata beliau," ucap Gomar.

Sayangnya percakapan ini tidak berlanjut," sambung Gomar. Baca juga: TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya Hal senada juga dikatakan Presiden Joko Widodo. Presiden aktif Republik Indonesia ini mengatakan masalah Papua bisa diselesaikan dengan pendekatan kultural. "Pak Joko Widodo selalu mengatakan pendekatan kultural. Pendekatan kultural lah yang bisa selesaikan masalah Papua, kata beliau," tutur Gomar. Pada 2014, setelah terpilih, Jokowi mengunjungi Papua dan melakukan pertemuan dengan beragam tokoh Papua. Saat itu Gomar ikut dan meminta agar Jokowi tidak memulai pendekatan masalah Papua dari nol, tetapi bisa mengikuti road map yang telah disusun oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sekarang menjadi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN). "Sayangnya kemudian sepemahaman saya, Pak Jokowi lebih memusat pada pembangunan infrastruktur. Jelas ini sesuatu yang positif kalau dilihat sepintas, tetapi juga tidak bisa menyelesaikan masalah kalau di sisi itu, apalagi kalau

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2024/05/03/13153081/ketum-pgi-17-kali-jokowi-ke-papua-tapi-hanya-bertemu-pihak-pro-jakarta.


Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6
Dua aktivis dibebaskan dari tuduhan mencemarkan nama baik Menteri Senior Kabinet Indonesia Luhut Pandjaitan

INDONESIA
Senin, 08 Januari 202415.01 WIB

JAKARTA: Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 8 Januari membebaskan aktivis hak asasi manusia Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti atas semua tuduhan pencemaran nama baik menteri senior Kabinet Luhut Pandjaitan dalam video YouTube.

Majelis hakim mengatakan bahwa komentar yang dibuat oleh Haris dan Fatia di YouTube bukan merupakan pencemaran nama baik, sehingga melegakan rekan-rekan aktivis yang telah lama menyuarakan kekhawatiran tentang apa yang mereka gambarkan sebagai peningkatan tindakan keras terhadap pembela hak asasi manusia, khususnya terhadap mereka yang mengkritik pemerintah. .

Jaksa Kejaksaan Agung (Kejagung) menuduh Haris dan Fatia mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dengan komentar yang dibuat di video YouTube tentang dugaan keterlibatannya dalam pertambangan ekstraktif di wilayah Papua yang kaya sumber daya namun bergolak.

Jaksa menuntut Haris empat tahun penjara dan penghapusan saluran YouTube-nya, yang menjadi tempat diskusi antara dua aktivis yang menurut jaksa mencemarkan nama baik Luhut.

Mereka juga menuntut pengadilan menjatuhkan hukuman tiga setengah tahun penjara kepada Fatia.

Tidak ada terdakwa yang akan mengajukan banding, dan Haris mengatakan: “Karena ini adalah pembebasan, tentu saja saya menerima putusan tersebut.”

Namun, jaksa penuntut umum menyatakan akan mempertimbangkan banding atas pembebasan tersebut.

Kasus ini bermula ketika Luhut, mantan jenderal Angkatan Darat, melaporkan kedua aktivis tersebut ke polisi pada akhir tahun 2021.

Luhut mengaku tersinggung disebut “tuan” dan “penjahat” dalam komentarnya.

Ia juga menegaskan bahwa ia tidak memiliki bisnis apa pun di Papua, dan bahwa ia tidak memainkan peran apa pun dalam meningkatnya kehadiran militer di provinsi tersebut, yang merupakan salah satu wilayah termiskin di negara tersebut. - The Jakarta Post/ANN

Link: 
Dua aktivis dibebaskan dari tuduhan mencemarkan nama baik Menteri Senior Kabinet Indonesia Luhut Pandjaitan

INDONESIA
Senin, 08 Januari 202415.01 WIB

JAKARTA: Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 8 Januari membebaskan aktivis hak asasi manusia Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti atas semua tuduhan pencemaran nama baik menteri senior Kabinet Luhut Pandjaitan dalam video YouTube.

Majelis hakim mengatakan bahwa komentar yang dibuat oleh Haris dan Fatia di YouTube bukan merupakan pencemaran nama baik, sehingga melegakan rekan-rekan aktivis yang telah lama menyuarakan kekhawatiran tentang apa yang mereka gambarkan sebagai peningkatan tindakan keras terhadap pembela hak asasi manusia, khususnya terhadap mereka yang mengkritik pemerintah. .

Jaksa Kejaksaan Agung (Kejagung) menuduh Haris dan Fatia mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dengan komentar yang dibuat di video YouTube tentang dugaan keterlibatannya dalam pertambangan ekstraktif di wilayah Papua yang kaya sumber daya namun bergolak.

Jaksa menuntut Haris empat tahun penjara dan penghapusan saluran YouTube-nya, yang menjadi tempat diskusi antara dua aktivis yang menurut jaksa mencemarkan nama baik Luhut.

Mereka juga menuntut pengadilan menjatuhkan hukuman tiga setengah tahun penjara kepada Fatia.

Tidak ada terdakwa yang akan mengajukan banding, dan Haris mengatakan: “Karena ini adalah pembebasan, tentu saja saya menerima putusan tersebut.”

Namun, jaksa penuntut umum menyatakan akan mempertimbangkan banding atas pembebasan tersebut.

Kasus ini bermula ketika Luhut, mantan jenderal Angkatan Darat, melaporkan kedua aktivis tersebut ke polisi pada akhir tahun 2021.

Luhut mengaku tersinggung disebut “tuan” dan “penjahat” dalam komentarnya.

Ia juga menegaskan bahwa ia tidak memiliki bisnis apa pun di Papua, dan bahwa ia tidak memainkan peran apa pun dalam meningkatnya kehadiran militer di provinsi tersebut, yang merupakan salah satu wilayah termiskin di negara tersebut. - The Jakarta Post/ANN

Link: